Langsung ke konten utama

Sekali Lagi

 

Sekali Lagi


Cerpen Karya Putri Pebriyanti 

Semua orang punya cerita dalam mengejar mimpinya. Banyak rintangan, hambatan yang menyelimuti perjuangan. Semua orang pasti pernah merasakannya, dan itu yang kurasakan sekarang. Aku mulai mengerti bahwa segala sesuatu tidak akan ada yang berjalan dengan sempurna sesuai keinginanku, dan sekarang aku mulai belajar menerima, bersyukur dengan pencapaianku. 

Pagi ini kicau burung terdengar merdu, cahaya matahari mulai masuk lewat celah-celah jendela kamarku. Namun mataku enggan membuka, ku lihat jam dinding yang menempel menunjukkan pukul tujuh dan aku mengabaikannya. Sampai aku mendengar suara ibu memanggilku.

"Zira, bangun nak!" panggil ibu.

"Iya, ibu." Dengan mata sembab serta badan demam aku berusaha untuk bangun dari tempat tidur. Belum sampai kakiku menginjakkan lantai ibu masuk ke kamarku.

"Makan dulu, kamu belum makan dari kemarin," tutur ibu sambil menyuapiku dengan sesendok bubur sumsum.

"Ta,tapi—" kataku terputus.

"Tapi apa? Kamu harus makan. Pendidikan memang penting tapi yang harus kamu utamakan kesehatanmu sayang," papar ibu menasihatiku.

"Iya ibu, ibu maafkan aku ya," kataku.

"Iya nak, gapapa, itu bukan suatu kesalahan, kamu sudah mencobanya, memang rejeki kamu bukan disitu. Gapapa sayang its okay ya nanti kita coba lagi sayang," kata ibu.

"Tapi sudah beberapa kali bu aku mencoba. Tapi hasilnya tetep aja gagal, temen-temen yang lain sudah diterima di universitas yang mereka inginkan. Bahkan mereka sudah mendapatkan jas almamater yang aku inginkan, kenapa aku gagal? Lalu aku harus bagaimana, Bu?" kataku sambil menangis. Emosiku tak bisa ku tahan. Pertahananku luruh begitu saja. Bulir mataku meluruh sendirinya.

"Setiap orang itu berbeda, apakah dengan berada di universitas yang besar dapat menjamin kamu sukses? Tidak, Nak. Orang sukses itu orang yang mau belajar, dimanapun dan kapanpun. Ketika kamu sudah berniat belajar dimanapun itu maka insyaallah akan diberikan jalan yang mudah nak," tutur ibu sambil mengelus kepalaku.

"Iya bu, kita berjuang sama sama ya, sekali lagi. Kalau memang belum rejeki, aku ikut kakak saja bu kerja di Surabaya. Ibu doakan yang terbaik buat aku ya, Bu." 

"Iya, Nak. Ibu selalu doakan, kalau sudah suci sholat tahajud ya sayang," pesan ibu.

"Iya, Bu."

"Sudah ibu mau kebelakang dulu," ucap ibu dengan mata berkaca-kaca menahan kesedihannya."

Aku menatap langit-langir kamar, pikiranku masih  berkecamuk, suara gemercik dari luar menandakan hujan turun seakan akan mengerti akan isi hati dan pikiranku ini. Seiring berjalannya waktu, hari-hari kulalui berikhtiar dan bertawakal aku meminta yang terbaik dari Allah. 

Tiba di suatu sore menjelang terbenamnya matahari di kamar seorang diri memang sengaja aku membuka pengumuman hari ini di sore hari. Dengan masih berbalut mukena untuk sholat ashar tadi, kusiapkan laptop dan handphoneku. Handphone yang sengaja untuk merekam dan mengabadikan momen penentuan berharga bagiku. 

Laptop sudah loading membuka menu pengumuman, tanpa sadar pipiku telah terpenuhi air mata yang mengalir deras, mataku enggan menghadap kearah laptop tapi karena rasa keingintahuanku dan harapanku rasa takutku ini aku lawan dan ya setelah mengetahui hasilnya aku menangis tanpa suara. Karena tidak ingin ada yang mendengar aku menangis. Rasa yang tidak tahu harus bagaimana kujelaskan. 

Tepat di bulan Agustus aku Azkiya Zira Latisya tengah memandang satu gedung megah berpakaian rapi baju hitam putih bersepatu pantofel hitam tengah berbaris rapi bersama teman teman seperjuanganku. Kini statusku tidak lagi dipertanyakan, ketika ditanya kuliah atau kerja, aku tidak ragu lagi menjawab bahwa aku sekarang sebagai mahasiswa baru. 

Rasa campur aduk antara senang dan juga sedih masih saja menyelimuti hatiku, bukan tanpa alasan, aku masih punya harapan besar pada kampus impianku itu tetapi takdirku bukan disana tetapi disini. Di suatu kampus yang tidak begitu besar tetapi dengan  niat dan rasa perjuangan yang sangat panjang yang telah aku lalui untuk sampai pada titik ini telah mengalahkan segalanya. 

Aku bersyukur telah sampai pada titik ini, tidak ada kata sia sia, banyak yang harus dicoba. Gagal bukan berarti harus berhenti, gagal hanyalah keberhasilan yang tertunda. Jangan pernah sesali kegagalan kita, karena  dibalik kegagalan itu telah disiapkan hal yang terbaik untuk kita. Tidak ada mawar yang tumbuh tanpa duri dirantingnya.


Rabu, 9 Agustus 2023

Putri Pebriyanti

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indonesia Rumah Kita

 "Indonesia Rumah Kita" Karya:  Vicky Auwalinda      Indonesia bukan hanya sebuah nama di peta dunia. Ia adalah denyut nadi yang mengalir dalam tubuh kita, udara yang kita hirup setiap hari, dan tanah yang menjadi tempat berpijak serta beristirahat. Indonesia adalah rumah, tempat kita lahir, tumbuh, belajar, dan bercita-cita. Rumah ini mungkin tidak selalu sempurna. Ada saat-saat ia goyah, diterpa badai perpecahan, bahkan retak oleh ego dan kesalahpahaman. Namun, bukankah rumah sejati adalah tempat di mana kita belajar memperbaiki, bukan meninggalkan? Indonesia adalah rumah yang tidak boleh kita abaikan, karena di sinilah akar dan masa depan kita tertanam.         Di rumah bernama Indonesia, kita menemukan beragam bahasa, budaya, adat, dan agama. Semua itu ibarat perabotan yang berbeda bentuk, warna, dan fungsi, tetapi justru membuat rumah semakin indah dan lengkap. Kita tidak perlu sama untuk bisa bersatu, cukup saling memahami bahwa perbeda...

BERPUISI DENGAN DENDAM

 "BERPUISI DENGAN DENDAM" Karya :Farisna Amalia K Puisi ini bermula pada keheningan malam Saat udara dingin mendekap tubuh lalu terdiam. Hingga, Terbentang sebuah pemikiran mendalam Akan kenangan-kenangan kelam yang di genggam Menyelimuti tubuh dengan tajam, kejam, dan menikam. Mata terpejam tak bergerak Menyempurnakan ribuan potongan kecil di benak Yang terus-menerus mendobrak, bergejolak,  dan memberontak tanpa ampun menyerbu hingga meledak, dan menyeruak. Bibirku kelu untuk mengungkapkan, Hanya perasaan yang mampu untuk mendefinisikan. Ingin ku ulang, Namun, semua hanya angan yang tertahan di pikiran. Sampai pada akhirnya aku disadarkan oleh kenyataan, Semua yang berakhir tak akan pernah terulang, Semua hanya tinggal serpihan yang terkenang, Meninggalkan jejak yang menyesakkan.

Abadi

 Abadi   By : Indy Deciavani Marifatus S Tentang sosok yg tiba tiba datang, menetap, lalu pergi. Aku tidak tau harus memulai cerita ini darimana. Mungkin dari pertama kali kita bertemu ya? kita sebut aja "my first love". Awal perkenalan kita memang singkat. Jujur saja, aku jatuh cinta padamu karna rambutmu yg sangat lucu itu. Entah kenapa setiap kamu berlari, rambut mu bisa seperti "twing - twing" hehe... itulah yg membuat aku tertarik padamu. Aku pikir perasaan ini ngga akan lama, tetapi aku salah.  Semakin hari aku melihatmu, aku semakin jatuh cinta padamu, hingga aku berasumsi bahwa kamu adalah milikku. Tibalah hari dimana pertama kali aku bisa bermain denganmu, hari dimana aku pertama kali merasakan dibonceng sama kamu. Jujur disitu rasanya campur aduk antara senang tetapi juga deg deg an, karna aku belum pernah merasakan hal sekecil ini yg bisa buat aku bahagia, terlebih dari orang yg aku sayang. Dari situ lah kita menjadi semakin dekat, dan tibalah di hari ...