Rasa Yang Aneh
Karya : Tunjung Seto B
Tuhan, aku adalah hambamu yang selalu berdoa kepada-Mu, merangkai harapan agar Engkau hadirkan sosok yang dapat menemaniku dalam setiap langkah usaha dan cita-citaku. Dalam keheningan malam, saat bintang-bintang berkelip seolah mendengarkan doaku, aku bertanya-tanya, apakah dia benar-benar orang yang Kau takdirkan untukku? Ketika aku merasakan kenyamanan saat bersamanya, di sisi lain, gelisah menggelayuti pikiranku seperti awan kelabu yang tak kunjung pergi.
Apakah pertemuan ini adalah cara-Mu untuk mengajarkanku sesuatu? Dalam diam, aku mencuri pandang pada senyumnya yang tulus, namun di balik senyuman itu, ada bayang-bayang keraguan yang terus menghantuiku. Tuhan, aku menyayanginya, tetapi apakah perasaannya padaku sama? Dalam setiap detik yang berlalu, hatiku bergetar, tidak hanya karena cinta, tetapi juga karena ketidakpastian yang tak kunjung sirna.
Aku dibuat nyaman oleh kata-katanya yang manis, seolah ia seorang pujangga yang tahu persis bagaimana mengalunkan nada-nada indah di telingaku. Namun, saat melihat perbuatannya, rasanya semua itu seperti omong kosong belaka. Tuhan, sungguh, aku pernah dikecewakan olehnya, bukan hanya sekali, melainkan dua kali. Setiap kali ia berjanji, hatiku bergetar penuh harapan, dan setiap kali pula, harapan itu hancur berkeping-keping saat kenyataan mengingkari janji.
Apa aku ini makhluk-Mu yang baik hati, atau justru bodoh yang terjebak dalam ilusi cinta? Dengan segala kerendahan hati, aku berusaha memaafkannya, seolah itu adalah tindakan mulia. Namun, apakah sebenarnya aku tidak lebih dari seorang penyelamat bagi diri sendiri yang terperosok dalam jurang harapan kosong? Setiap kali aku merasakan sakit karena ulahnya, aku berusaha menepuk-nepuk hatiku sendiri, menghibur diri dengan kalimat-kalimat bijak yang kutemukan di buku-buku.
“Cinta itu memberi dan memaafkan,” begitu bunyinya. Tetapi, apakah cinta sejati memang selayaknya mengorbankan harga diri dan merelakan perasaan sakit?
Tuhan, benarkah dia akan berubah? Apakah dia akan berhenti mendua di belakangku, atau justru ia sedang mencari cara untuk membuatku tidak menyadarinya? Dalam bayang-bayang pikiranku, aku menggambarkan skenario di mana dia mungkin saja mencintai orang lain, sementara aku terjebak dalam pusaran perasaan ini. Bagaimana bisa aku mempercayai seseorang yang sudah mengecewakanku? Dan di sinilah aku, terjebak dalam dilema yang tak kunjung usai.
Remaja yang jatuh cinta sering kali seolah berada dalam dunia yang penuh warna, namun aku merasa hidupku kini menjadi lukisan abstrak yang sulit dimengerti. Kecemasan ini menggerogoti pikiranku, menciptakan keraguan yang berkecamuk di antara perasaan cinta dan rasa sakit. Ketika teman-temanku berlari penuh semangat mengejar cinta mereka, aku hanya bisa menyaksikan mereka dengan segenap harapan dan rasa ingin tahu. “Apakah mereka merasakan hal yang sama? Apakah mereka juga meragukan cinta mereka?”
Di saat-saat seperti ini, aku teringat pada kata-kata bijak yang pernah kudengar: “Cinta bukan tentang memiliki, tetapi tentang memberi.” Namun, kadang aku merasa seperti pengemis cinta yang hanya mengandalkan belas kasih. Apakah aku benar-benar berusaha memberi, atau justru mengharapkan sesuatu yang tak pasti? Tuhan, ajarilah aku untuk menemukan jalan yang benar, agar tidak terjebak dalam jaring-jaring cinta yang membutakan.
Aku teringat betapa manisnya cinta pada pandangan pertama, ketika hati ini berdebar hanya dengan tatapan sekejap. Namun, seiring berjalannya waktu, debar itu tergantikan oleh ketidakpastian. Bagaimana mungkin cinta yang seharusnya membawa kebahagiaan justru berubah menjadi beban? Mungkin, inilah pelajaran yang harus kujalani, untuk memahami bahwa cinta tak selalu berarti memiliki. Terkadang, kita harus belajar melepaskan, meskipun itu terasa menyakitkan.
Di tengah malam yang sunyi ini, aku kembali berdoa, meminta petunjuk dan kejelasan. Tuhan, tunjukkan padaku jalan yang benar, apakah aku harus bertahan atau melepaskan. Aku ingin percaya bahwa di balik semua ini, ada pelajaran berharga yang Kau siapkan. Dan jika dia adalah bagian dari rencana-Mu, tolonglah agar aku bisa melihatnya dengan jelas, tanpa terhalang oleh keraguan dan rasa sakit yang mengikatku.
Dalam perjalanan cinta ini, aku bertekad untuk tidak hanya menjadi penonton dalam kisahku sendiri, tetapi juga penulis yang bijak. Dan semoga, di ujung jalan yang penuh liku ini, aku akan menemukan makna cinta yang sesungguhnya, cinta yang tidak hanya memberi rasa nyaman, tetapi juga kebahagiaan yang tulus.

Komentar
Posting Komentar