Langsung ke konten utama

Ruang Hampa dan Harapan dalam Ekspresi Mahasiswa


Ruang Hampa dan Harapan dalam Ekspresi Mahasiswa  

Karya: Putri Melati Ayu Febrianti


Aku pernah merasa ruang di dalam kepalaku kosong.  

Bukan karena tak ada yang dipikirkan justru terlalu banyak.  

Tugas, ekspektasi, tekanan, dan suara-suara yang tak henti bergema,  

tapi tak ada satu pun yang benar-benar mewakili diriku sendiri.


Di kampus, semuanya tampak sibuk.  

Berjalan cepat dengan mata penuh rencana dan ambisi.  

Aku ikut dalam arus itu tersenyum di luar, tapi kadang bingung di dalam.  

“Apa aku sudah cukup?”  

“Apa semua ini akan menuju ke sesuatu yang berarti?”


Di balik buku catatan dan layar laptop yang menyala,  

aku menyimpan pertanyaan yang tak sempat terucap:  

“Siapa aku dalam sistem ini?”


Tapi lalu aku menemukan satu hal kecil.  

Sebuah kalimat di buku catatan teman.  

Sebuah puisi dari majalah kampus.  

Sebuah senyuman dari seseorang yang tak sengaja duduk di sebelahku.  

Dan perlahan, ruang itu yang tadinya hampa… mulai terisi.


Aku belajar bahwa harapan tak selalu datang dari hal besar.

Kadang ia menyelinap diam-diam lewat perhatian kecil,  

lewat kata-kata yang tulus,  

lewat keberanian menyuarakan isi hati sendiri.


Dan mungkin itulah ekspresi sejati mahasiswa.  

Bukan hanya lewat nilai atau seminar.  

Tapi lewat keberanian mengakui:  

aku rapuh, tapi aku tetap melangkah.  

aku lelah, tapi aku masih berharap.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indonesia Rumah Kita

 "Indonesia Rumah Kita" Karya:  Vicky Auwalinda      Indonesia bukan hanya sebuah nama di peta dunia. Ia adalah denyut nadi yang mengalir dalam tubuh kita, udara yang kita hirup setiap hari, dan tanah yang menjadi tempat berpijak serta beristirahat. Indonesia adalah rumah, tempat kita lahir, tumbuh, belajar, dan bercita-cita. Rumah ini mungkin tidak selalu sempurna. Ada saat-saat ia goyah, diterpa badai perpecahan, bahkan retak oleh ego dan kesalahpahaman. Namun, bukankah rumah sejati adalah tempat di mana kita belajar memperbaiki, bukan meninggalkan? Indonesia adalah rumah yang tidak boleh kita abaikan, karena di sinilah akar dan masa depan kita tertanam.         Di rumah bernama Indonesia, kita menemukan beragam bahasa, budaya, adat, dan agama. Semua itu ibarat perabotan yang berbeda bentuk, warna, dan fungsi, tetapi justru membuat rumah semakin indah dan lengkap. Kita tidak perlu sama untuk bisa bersatu, cukup saling memahami bahwa perbeda...

BERPUISI DENGAN DENDAM

 "BERPUISI DENGAN DENDAM" Karya :Farisna Amalia K Puisi ini bermula pada keheningan malam Saat udara dingin mendekap tubuh lalu terdiam. Hingga, Terbentang sebuah pemikiran mendalam Akan kenangan-kenangan kelam yang di genggam Menyelimuti tubuh dengan tajam, kejam, dan menikam. Mata terpejam tak bergerak Menyempurnakan ribuan potongan kecil di benak Yang terus-menerus mendobrak, bergejolak,  dan memberontak tanpa ampun menyerbu hingga meledak, dan menyeruak. Bibirku kelu untuk mengungkapkan, Hanya perasaan yang mampu untuk mendefinisikan. Ingin ku ulang, Namun, semua hanya angan yang tertahan di pikiran. Sampai pada akhirnya aku disadarkan oleh kenyataan, Semua yang berakhir tak akan pernah terulang, Semua hanya tinggal serpihan yang terkenang, Meninggalkan jejak yang menyesakkan.

Abadi

 Abadi   By : Indy Deciavani Marifatus S Tentang sosok yg tiba tiba datang, menetap, lalu pergi. Aku tidak tau harus memulai cerita ini darimana. Mungkin dari pertama kali kita bertemu ya? kita sebut aja "my first love". Awal perkenalan kita memang singkat. Jujur saja, aku jatuh cinta padamu karna rambutmu yg sangat lucu itu. Entah kenapa setiap kamu berlari, rambut mu bisa seperti "twing - twing" hehe... itulah yg membuat aku tertarik padamu. Aku pikir perasaan ini ngga akan lama, tetapi aku salah.  Semakin hari aku melihatmu, aku semakin jatuh cinta padamu, hingga aku berasumsi bahwa kamu adalah milikku. Tibalah hari dimana pertama kali aku bisa bermain denganmu, hari dimana aku pertama kali merasakan dibonceng sama kamu. Jujur disitu rasanya campur aduk antara senang tetapi juga deg deg an, karna aku belum pernah merasakan hal sekecil ini yg bisa buat aku bahagia, terlebih dari orang yg aku sayang. Dari situ lah kita menjadi semakin dekat, dan tibalah di hari ...