Ruang Hampa dan Harapan dalam Ekspresi Mahasiswa
Karya: Putri Melati Ayu Febrianti
Aku pernah merasa ruang di dalam kepalaku kosong.
Bukan karena tak ada yang dipikirkan justru terlalu banyak.
Tugas, ekspektasi, tekanan, dan suara-suara yang tak henti bergema,
tapi tak ada satu pun yang benar-benar mewakili diriku sendiri.
Di kampus, semuanya tampak sibuk.
Berjalan cepat dengan mata penuh rencana dan ambisi.
Aku ikut dalam arus itu tersenyum di luar, tapi kadang bingung di dalam.
“Apa aku sudah cukup?”
“Apa semua ini akan menuju ke sesuatu yang berarti?”
Di balik buku catatan dan layar laptop yang menyala,
aku menyimpan pertanyaan yang tak sempat terucap:
“Siapa aku dalam sistem ini?”
Tapi lalu aku menemukan satu hal kecil.
Sebuah kalimat di buku catatan teman.
Sebuah puisi dari majalah kampus.
Sebuah senyuman dari seseorang yang tak sengaja duduk di sebelahku.
Dan perlahan, ruang itu yang tadinya hampa… mulai terisi.
Aku belajar bahwa harapan tak selalu datang dari hal besar.
Kadang ia menyelinap diam-diam lewat perhatian kecil,
lewat kata-kata yang tulus,
lewat keberanian menyuarakan isi hati sendiri.
Dan mungkin itulah ekspresi sejati mahasiswa.
Bukan hanya lewat nilai atau seminar.
Tapi lewat keberanian mengakui:
aku rapuh, tapi aku tetap melangkah.
aku lelah, tapi aku masih berharap.

Komentar
Posting Komentar